watch our motion graphics video : https://youtu.be/Ol5pqFAOLjY

Definisi pengungsi menurut UNHCR adalah “orang yang tidak bisa atau tidak bersedia kembali ke negara asal mereka akibat rasa takut akan dipersekusi karena alasan ras, agama, suku bangsa, anggota kelompok sosial tertentu, dan opini politik.” Saat ini ada sekitar 82.4 juta orang yang terpaksa harus meninggalkan rumahnya. Diantaranya sekitar 26.4 juta melewati perbatasan internasional demi mencari perlindungan dan mengungsi di negara lain, dan setengahnya adalah anak-anak.
Seperti manusia pada umumnya, para pengungsi memiliki kesehatan yang baik. Akan tetapi mereka pun tetap beresiko jatuh sakit selama berada di negara penerima akibat dari kondisi hidup yang kurang memadai atau minimnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan mengakses pelayanan kesehatan bisa disebabkan keuangan yang tidak memadai, status hukum, hambatan bahasa, dan diskriminasi.
Seperti kita ketahui, hak untuk sehat merupakan hak asasi dasar manusia, oleh karenanya UNHCR selalu melakukan advokasi dan bekerjasama dengan pemerintah negara penerima agar pengungsi dapat mengakses pelayanan kesehatan tanpa memandang status hukum mereka.
Para pengungsi memiliki daya tahan dan kerentanan yang sama terhadap suatu penyakit seperti masyarakat setempat lainnya. Tetapi bisa digarisbawahi bahwa depresi dan kecemasan merupakan hal yang banyak dialami para pengungsi terkait dengan lamanya proses mencari suaka, kondisi sosioekonomi yang kurang layak, tidak bekerja, isolasi dan diskriminasi, serta berpisah dari keluarga dan masyarakat. Bahkan sebagian dari pengungsi mengalami trauma akibat pengalaman dianiaya adan dilecehkan, sebelum atau selama perjalanan mereka mengungsi.
Saat ini di Indonesia ada sekitar 13.356 pengungsi dari berbagai negara. UNHCR Indonesia beserta dengan stakeholder lainnya, termasuk Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, menjamin para pengungsi memiliki akses ke pelayanan kesehatan (Puskemas) seperti masyarakat Indonesia lainnya. Apabila perawatan kesehatan yang diperlukan tidak tersedia di puskesmas, maka pengungsi akan diberi rujukan untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit, berdasarkan tingkat darurat dan ketersediaan sumber dana. Bantuan penerjemah pun disediakan oleh UNHCR dan para mitra untuk membantu pengungsi yang mengalami kendala bahasa ketika berkomunikasi dengan pekerja kesehatan.
Selama pandemi, UNHCR Indonesia dan para mitra menyediakan layanan hotline yang menjamin akses pelayanan kesehatan bagi pengungsi melalui konsultasi dengan para pekerja kesehatan. Selain itu, UNHCR dan para mitra juga mengadakan kegiatan rutin guna meningkatkan kesadaran akan isu kesehatan dan sebagai respon terhadap kebutuhan kesehatan para pengungsi, termasuk kebutuhan kesehatan mental dan psikologis.
UNHCR juga terus melakukan upaya advokasi agar para pengungsi bisa mendapatkan akses vaksin COVID-19 dalam program vaksinasi nasional. Upaya advokasi ini berlandaskan pada komitmen pemerintah Indonesia yang menerapkan tanggap COVID-19 secara inklusif, yang juga selaras dengan kewajiban Indonesia menjunjung hak-hak asasi manusia seperti yang tercantum pada perjanjian internasional yang disetujui oleh Indonesia. Salah satunya adalah International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR)yang mengharuskan negara merealisasikan hak-hak individu yang dilindungi dalam perjanjian, termasuk hak hidup sehat yang berlaku bagi semua individu di wilayah negara tersebut tanpa diskriminasi.
Sampai saat ini, para pegungsi di Pekanbaru, Aceh Timur, dan Kupang telah mendapatkan vaksin COVID-19 melalui program yang didukung oleh dinas kesehatan daerah. UNHCR sangat menghargai upaya pemerintah dalam hal ini, yang merupakan tindakan sangat berharga dalam rangka melindungi seluruh komunitas masyarakat. Tetapi memang akses terhadap vaksin COVID-19 masih terbatas bagi pengungsi di lokasi lainnya.
Salah satu upaya UNHCR adalah berkolaborasi dengan badan PBB lainnya dalam menyelenggarakan vaksinasi COVID-19 bagi pengungsi lansia (60 tahun keatas) , pengungsi dengan penyakit bawaan (komorbid), serta para pengungsi yang menjadi relawan dan penerjemah komunitasnya yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya, mencapai hampir sekitar 300 orang. Selain itu, UNHCR Indonesia terus melakukan upaya advokasi dengan instansi pemerintah terkait untuk penyediaan akses vaksin bagi para pengungsi melalui program vaksinasi nasional.
Upaya lainnya adalah UNHCR bekerjasama dengan para mitra menyelenggarakan kampanye untuk meningkatkan kesadaran pengungsi akan pencegahan penyebaran COVID-19 dan juga bagaimana perawatan dan pengobatan yang diperlukan apabila terinfeksi. Kemudian UNCHR juga memastikan ketersediaan akses ke pelayanan kesehatan, termasuk tes COVID-19, serta mendistribusikan masker, sabun, sanitizer, dan bantuan finasial bulanan kepada pengungsi.
UNHCR bersama dengan mitra kerja, CWS, menyediakan layanan hotline bagi pengungsi yang membutuhkan perawatan kesehatan lebih lanjut. Bagi pengungsi yang menderita COVID-19, CWS menyediakan layanan tes dan perawatan, serta tempat untuk isolasi mandiri.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk membantu pengungsi di Indonesia, dalam kapasitas sebagai mahasiswa di bidang kesehatan:
- Mendukung kampanye mengenai isu-isu kesehatan, termasuk vaksinasi COVID-19 dan kesehatan mental
- Menyediakan layanan konsultasi gratis bagi pengungsi yang membutuhkan, terutama bagi lansia dan mereka yang memiliki keterbatasan
- Memberi donasi perlengkapan kesehatan seperti pembalut wanita bagi pengungsi wanita
- Memberikan bantuan dalam penyediaan gizi yang dibutuhkan oleh anak-anak pengungsi usia sekolah seperti pendistribusian susu
- Membantu upaya advokasi hak-hak pengungsi terhadap kesehatan kepada instansi pemerintah terkait, sejalan dengan program UNHCR dan organisasi lainnya
Leave a Comment